Pengertian Aqiqah Menurut Markaz

Markaz Aqiqah Surabaya - Pengertian aqiqah telah banyak di kupas di berbagi kesempatan baik yang online maupun offline. Namun di sini kami markaz aqiqah perlu juga rasanya untuk sedikit menorehkan sumbangsih pemikiran seputar prosesi aqiqah berdasarkan sumber-sumber keilmuan yang telah kami timba selama ini.

Menjadi orang tua yang berkualitas dan penuh tanggung-jawab tidaklah mudah, memang jabatan sebagai orang tua menancap begitu saja tapa SK, mau tidak mau jikalau anak pertama lahir dari rahim istri dengan serta merta predikat orang tua telah menempel beserta amanah yang wajib kita pelihara.

Sungguh, tugas yang di emban orang tua berat luar biasa. Hitam - putih seorang anak, itulah muatan nilai hidup yang orang tuanya transferkan, karena anak terlahir dalam keadaan fitrah. Ibarat kertas dia masih putih bersih, mau dikasih tulisan dan gambar apa saja terserah kita, Umpama sawah ladang orang tua-nyalah sebagai petani, terserah dia, mau tanami apa. Tanam jagung tumbuh jagung, tanam padi-panen padi, tapi kalau dibiarkan tidak diurus, sawah ladangnya niscaya ditumbuhi semak dan onak berduri.

Dapat kita bayangkan jikalau buah hati tercinta, tumbuh tanpa asupan nilai hidup positif yang memadai, tanpa imunisasi moral yang handal sementara virus media maupun lingkungannya gencar menyerang, boleh jadi 20 tahun mendatang orang tuanya bakal tercengang menyaksikan buah hati tercintanya menjadi monster, padahal dia ( orang tua ) turut bertanggungjawab terhadap itu semua. Oleh karena-nya tugas orang tualah untuk senantiasa menanamkan nilai-nilai luhur buat buah hati-nya agar kelak nanti tumbuh menjadi generasi sholeh-sholekhah yang bakal menjadi investasi berharga dunia - akherat bagi kedua orang tua-nya.

Salah satu nilai positif yang dapat orang tua tranferkan kepada si kecil di awal kehadiran adalah AQIQAH, yang sekaligus sebagai wujud syukur serta tarbiyatul ula, sebelum tarbiyah - tarbiyah berikutnya.

Secara umum Aqiqah adalah suatu bentuk aktivitas yang dimaksudkan sebagai ibadah, hukumnya sunnah muakkad bagi siapa saja yang mampu, baik secara materi maupun non materi. Ibadah itu sendiri maknanya melakukan suatu hal tertentu yang berupa perintah ataupun larangan, datangnya dari  Allah Swt. dalam rangka mecari keridho'an-Nya.

Dengan kata lain Aqiqoh dapat dimaknai sebagai wujud terimakasih kita atas amanah sekaligus karunia berupa hadirnya sang buah hati, dengan harapan Alloh Swt. merido'i atas karunia tersebut. Seiring dengan berkembangnya tingkat pendidikan serta ekonomi masyarakat Islam, Aqiqoh bukan lagi menjadi suatu hal yang asing bahkan mulai membudaya dikalangan masyarakat, khususnya Surabaya dan sekitarnya.

Menjadi sangat ironis. memang,..ketika pelaksanaan Aqiqoh yang telah marak ini ternyata tidak dibarengi dengan dasar-dasar keilmuan yang bisa dipertanggung jawabkan secara syar'i. Sehingga masih banyak kita jumpai dikalangan ummat ini mempraktekan prosesi aqiqah dengan cara yang menyimpang dari pakemnya, seperti :
Aqiqoh harus kambing jantan, harus kambing kendit, harus cemani (hitam mulus).

Ada lagi pemahaman yang berkembang bahwa; peng-aqiqoh tidak boleh makan masakan aqiqohnya sama sekali, aqiqoh harus ditunaikan tepat pada netonnya (dihari kelahirannya) dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan lainnya.

Padahal setiap penambahan atau pengurangan didalam mengerjakan ibadah adalah merupakan bentuk penyimpangan terhadap nilai-nilai ibadah itu sendiri.

Sekarang kita flasback dulu kepada pemahaman IBADAH.
Ibadah taat, patuh (dalam melaksanakan syareat, aturan, undang-undang, tata tertib, milik Alloh yang Maha Mengatur  dengan murni dan konsekuen). ibadah itu banyak bentuknya ; sholat, puasa, haji,.......dan salah satu yang disunnahkan adalah Aqiqoh.

Maka kalau ada orang yang K.T.Pnya Islam, kemudian melaksanakan sholat dengan aturan tertentu, contoh :
Sholat harus pakai bekini, harus di di tanah lapang, harus ganjil roka'atnya dan lain-lain, tentu hal ini tidak bisa dianggap sebagai IBADAH, (baca: pemahaman ibadah)

Mungkin kita berdalih, itu kan tidak dilarang.......? jawabnya
YA,.... memang sholat subuh empat roka'at tidak dilarang,  setelah takbirotul Ikrom langsung sujud juga tidak dilarang.

Masalahnya, dalam praktek ibadah itu bukan perkara dilarang atau tidak, tetapi ADA PERINTAHNYA APA ENGGAK (ini adalah ushul fiqih).

Tanpa memandang sebelah mata, Aqiqah itu pada dasarnya hanyalah setetes embun ditengah samudra khazanah Islamiyah. Islam itu sendiri maknanya selamat, dari akar kata “Asslama-Yasslimu-Tassliiman”. Ia adalah satu-satunya aturan hidup, berasal dari yang Maha Memberi hidup, bagi mereka yang mengharap keselamatan hidup. Islam juga bisa berarti “pasrah” merelakan diri diatur oleh yang Maha Mengatur !

Mengapa demikian........?
Manusia itu pada dasarnya adalah makhluk sosial (homo sapien) yang senantiasa membutuhkan kehadiran manusia lain didalam mengarungi kehidupan ini,  Tanpa terkecuali....... dari semenjak lahir hingga masuk liang lahat.

Manusia tidak akan pernah dapat disebut apa-apa dengan sendirinya, karena sebutan itupun datangnya dari orang lain. Nah, salah satu sifat yang menonjol dari diri manusia itu sendiri adalah kecenderungan memaksa jika membutuhkan dan menindas kalau dibutuhkan.

Oleh karena itu didalam bersosialisasi mutlak diperlukan aturan supaya tidak terjadi benturan kepentingan antara manusia satu dengan yang lainnya. Sehingga dengan adanya aturan tersebut interaksi dapat tertata, harmonisasi tetap terjaga, yang pada akhirnya kehidupan ini bisa berjalan aman sentosa. Mari kita renungkan dalam-dalam.....dan cermati kenyataan yang ada...!!

Selama aturan/undang-undang lahir dari buah pemikiran makluk yang berkepentingan dengan adanya  aturan tersebut maka hasil-nyapun tidak lagi obyektif, undang-undang tendensius semacam itu sifatnya nisbi. Berlaku untuk masyarakat bawah, Tidak bagi penguasa dan pemilik harta.

Bandingkan dengan aturan yang dibuat oleh Dzat yang Maha Adil, Dia sama sekali terlepas dari muatan kepentingan, mau ditaati ya,.. silahkan, mau diingkari Diapun tetap menjadi Dzat yang Maha Tinggi.
"Faman kaana falyukmin, Faman kaana fal yakfur"..........

KEMBALI KE MASALAH AQIQAH

KADAR AQIQAH
Sedang kadar AQIQOH adalah dua ekor kambing untuk bayi laki-laki  dan   satu ekor untuk bayi perempuan.   Ummul Mukminin ‘AISYAH r.a. berkata :

“Rosululloh s.a.w menyuruh para sahabat menyembelih aqiqoh  2 ekor kambing untuk anak laki-laki dan  1 ekor kambing untuk anak perempuan.” (H.R. Turmudzi)   dalam  kitab   Subulus Salam 4 ; 131

PELAKSANANA AQIQAH
Adapun waktu pelaksanaannya,   sesuai dengan kemampuan, lebih  utama pada hari ke7  dari  kelahiran.  Sesuai  dengan hadist riwayat Tirmidzi, Nasa’i, Ibn Majah, dan Samirah:

Rosululloh Saw. bersabda tentang Aqiqoh, ”Setiap bayi tergadai dengan Aqiqohnya, sembelihlah Aqiqoh untuknya pada hari ke7, cukurlah rambut  kepalanya, dan beri dia nama.”

Sementara  hewan   AQIQOH  adalah kambing yang sehat, tidak cacat dan cukup umur (antara 1 - 2 tahun), berdasar hadist Rosululloh Saw. :

“janganlah disembelih melainkan yang musannah kecuali jika kamu sulit memperolehnya, sembelihlah kambing  yang berusia satu tahun.”       (H.R. Jamaah kecuali Bukhori dari Jabir).

Akan tetapi jika hari ke7, atau kelipatannya belum bisa mengerjakan, dapat pula ditunaikan dihari yang lain ketika memungkinkan, karena hukum Aqiqoh tidak gugur meskipun hari ke7 telah berlalu. Demikianlah pendapat yang masyhur dikalangan jumhur ‘Ulama’.

Dan tidak ada masalah apakah kambing Aqiqoh itu jantan atau betina. Hal ini merupakan pendapat Imam Nawawi sesuai dengan hadist Ummu Kurz  AlKa’biah   bahwa Nabi Saw. bersabda:

“untuk bayi laki-laki 2 ekor kambing dan untuk bayi perempuan 1 ekor kambing, tidaklah memberatkan bagimu apakah itu jantan atau betina.”   (Al- Majmu’ 8 : 393).

PEMBAGIAN AQIQAH
Kemudian daging Aqiqoh dimasak, satu bagian disedekahkan, sebagian dihadiahkan, dan bagian lainya untuk dikonsumsi sendiri. Tidak ada satu dalilpun yang kami dapati melarang peng-AQIQOH makan Aqiqohnya kecuali Nadzar.

Demikianlah tuntunan yang benar tentang pembagian Aqiqoh.  Diriwayatkan oleh Abu Musa dalam Al-Wadhoif, bahwa Ibn Abbas menceritakan cara Rasululloh Saw. membagi Aqiqoh :

"Dan Rosululloh s.a.w. memberikan ahlul baitnya sepertiga, memberikan kepada fakir dan  tetangganya sepertiga, serta menyedekahkan kepada peminta-minta sepertiga." (Al-Mughni 7 : 385)

Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud bahwa abu Said Al- Khudry berkata:
"Apabila kamu menyembelih Aqiqoh, berikanlah makan, makanlah dan sedekahkan". (Al Muhallah 7 : 384).

Selebihnya hal-hal yang selain kami paparkan di atas Markaz Aqiqah belum menemukan sumber-sumber hukum yang dapat di pertanggungjawabkan. Huallahua'lam.